Home » , , , , » PERTAMINA VS PERTAMINI

PERTAMINA VS PERTAMINI


INDONESIAKARYA.COM: Pertamina, langsung terbayang dalam benak saya, sebuah area dengan beberapa mesin pompa premium, solar, dan pertamax. Di masing-masing mesin pompanya berdiri pria atau wanita berseragam merah, ada juga yang hijau. Serta di masing-masing pompanya menyemut barisan motor atau mobil. Sementara ketika menyebut Pertamini, maka langsung terbayang di kepala saya sebuah lapak kecil, berdiri disitu sebuah rak kayu dan tersusun jeriken berbagai ukuran--yang tak memiliki jeriken juga masih bisa menyiasati dengan botol air mineral. Tak lupa tergantung sebuah papan atau karton harga barang yang dijajakan; bensin. Sebetulnya, tidak ada yang salah dengan keduanya.

Namun akan menjadi ironi ketika saya hendak mengisi bahan bakar kendaraan ke stasiun pengisian bahan bakar umum, tapi ditempat tersebut ternyata barang yang saya cari kosong. Sementara tepat diseberang jalan itu dan saling berhadap-hadapan, Pertamini berdiri gagah dan menyediakan barang yang saya cari dengan jumlah banyak. Parahnya, bukan hanya satu  Pertamini disitu, ada dua atau tiga Pertamini juga yang paling hanya berjarak lima meter satu dengan lainnya! Ya, begitulah kondisi yang terjadi di sepanjang jalan lintas timur sumatera di Lampung semalam.

Di SEMUA SPBU milik Pertamina yang saya lewati, mulai dari Unit I Kabupaten Tulang Bawang sampai ke Natar di Kabupaten Lampung Selatan. Kesal? Tentu. Uang yang harusnya saya keluarkan Rp.4500/ liter bensin jika mengisi di SPBU Pertamina, ganti harga menjadi Rp.6000/ liter! Kekesalan saya ini beralasan karena hampir setiap hari saya menyaksikan bagaimana petugas-petugas di SPBU lebih memprioritaskan para pemilik Pertamina ketimbang para pemilik kendaraan yang mengantri berjam-jam! Sudah menjadi rahasia umum bahwa para petugas mendapatkan penghasilan sampingan dari para pemilik Pertamini. Hal yang mereka tidak dapatkan jika mengisi barisan kendaraan yang mengantri.

Bahkan tak jarang petugas hanya sekadar berdiri--ada juga yang duduk-duduk-- di dekat mesin pompa. Pengisian jeriken diserahkan kepada masing-masing 'bos' Pertamini itu. Selain itu, kekesalan saya kepada setiap SPBU berlabel huruf 'P' itu makin menjadi ketika pada suatu ketika saya hendak mengisi motor saya mendatangi mesin pompa--memang bukan khusus motor--karena  saya lihat disitu tidak ada antrian. Pikir saya saat itu apa salahnya mengisi disitu, toh si petugas sedang santai. Karena pada mesin pompa pengisi khusus motor antrian sudah cukup panjang. Belum sempat motor saya berhenti, petugas di mesin pompa itu langsung menyuruh dengan nada mengusir menunjuk mesin pompa khusus motor. "Motor kesana!" ujarnya dengan wajah dan dahi yang ditekuk delapan.

 Melihat wajahnya, saya ikut kesal. Rencana mengisi bahan bakar pun saya batalkan. Kembali Pertamini menjadi pilihan saya. Kejadian lainnya yang juga membuat saya kesal dan marah ketika saya harus mengisi motor saya di SPBU Pertamina, di daerah Unit II Tulang Bawang. Saat itu tangki motor saya masih dalam keadaan terisi namun tidak penuh. Karena saya harus melanjutkan perjalanan menuju Bandar Lampung dengan jarak tempuh 3 jam, maka saya isi penuh tangki motor. Motor saya Honda BeAT. Di SPBU itu ada dua petugas, satu bertugas mengisi dan satu meminta bayaran. Saya sambil melihat layar harga di mesin pompa itu. Tangki penuh. Saya lihat di layar Rp.11.080. Namun dengan cepat si petugas pengisi itu menekan tombol dan layar berubah. Rp.15.000! Si petugas kedua meminta lima belas ribu dari saya. Tak terima dengan hal itu saya membentaknya, "Nggak salah mba, tadi nggak segitu!" kata saya. "Itu, kan mas lihat sendiri," jawabnya masih berkeras.

Merasa dicurangi saya juga berkeras. "Tadi itu dipencet kan tombolnya," ujar saya dengan kesal. Sambil menyerahkan uang Rp. 15 ribu, saya tetap menjulurkan tangan meminta sisa kembalian. Si petugas wanita itu mengembalikan Rp 3 ribu kepada saya. Pemilik kendaraan jenis BeAT ini tentu tahu bahwa kapasitas tangki ini sangat sedikit. Hanya sekitar 3,5 liter. Perkiraan saya masih ada sekitar 1 liter di dalam tangki. Maka secara otomatis hanya muat 2,5 liter bensin di tangki itu. Jika dikalikan dengan Rp.4500 maka hasilnya Rp. 11.250. Dan angka Rp.11.080 itulah yang pertama kali saya lihat. Kejadian-kejadian semacam ini rawan konflik. Di beberapa tempat saya menyaksikan sering terjadi cekcok mulut antara pengendara dan bos Pertamini. Jika tidak diatasi bukan tidak mungkin akan pecah konflik antar kelompok yang saling membutuhkan itu.

Saya yakin, ini hanya sedikit pengalaman yang saya alami dengan SPBU Pertamina. Profesionalitas yang dimaksud Pertamina selama ini ternyata hanya sebatas kata-kata. Slogan 3S (Salam, Sapa, Senyum) itu ternyata hanya ada di poster! Saya tidak sepenuhnya menyalahkan para 'bos' Pertamini juga. Toh mereka juga mencari nafkah. Namun harus ada aturan yang jelas agar keduanya bisa berjalan selaras. Dan tentunya tidak mengganggu masyarakat ramai. Misalnya, Pertamini tidak diperbolehkan ada di radius 5 Km dari SPBU Pertamina terdekat. Atau di dalam jarak 5 Km hanya diperbolehkan bukan di jalan inti (jalan perumahan, Gang, Primer, Sekunder dll). Agar tidak mengganggu pompa-pompa yang melayani kendaraan, disediakan juga mesin pompa khusus Pertamini


Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ricomangiringpurba/pertamina-vs-pertamini_550a5801813311f713b1e169

0 komentar:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Facebook

Popular Posts

Histat

Powered by Blogger.